Peran Pejabat Pengadaan Dalam Transaksi Bukti Pembelian atau Kuitansi di SKPD/Unit SKPD
Pejabat Pengadaan merupakan salah satu Pelaku Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Pasal 8). Di dalam peraturan tersebut,
Pejabat Pengadaan adalah
pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan
Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing (Pasal 1 angka
13).
Dalam Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, Pejabat
Pengadaan memiliki tugas sebagai berikut:
1. Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan
Pengadaan Langsung;
2.
Melaksanakan persiapan dan
pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah);
3.
melaksanakan persiapan dan
pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
4. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pelaksanaan
Pengadaan Langsung dilakukan dengan memperhatikan jenis pengadaan, nilai
pengadaan, dan bukti kontrak. Pasal 50 ayat 7 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 dan Bagian V Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia.
Pengadaan Langsung ini dipergunakan untuk pengadaan dengan jenis
pengadaan Barang/Jasa Lainnya, yang harganya sudah pasti dengan nilai paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pengadaan ini dilaksanakan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pejabat Pengadaan melakukan pemesanan
Barang/Jasa Lainnya ke Penyedia;
b.
Penyedia dan PPK melakukan
serah terima Barang/Jasa Lainnya;
c.
Penyedia menyerahkan bukti
pembelian/pembayaran atau kuitansi kepada PPK; dan/atau
d.
PPK melakukan pembayaran.
PPK dalam melaksanakan tahapan
Pengadaan Langsung dapat dibantu oleh tim pendukung.
proses pengadaan langsung yang dapat dilakukan adalah :
a. Di awal proses persiapan dan/atau pelaksanaan
pengadaan (misal sebelum atau awal tahun pelaksanaan), Pejabat Pengadaan telah
melakukan identifikasi segenap barang/jasa yang akan dilaksanakan melalui
pembelian/pembayaran langsung dengan memperhatikan pemaketan, jenis pengadaan,
nilai pengadaan, dan bukti kontrak.
b. Pejabat Pengadaan memetakan strategi
pembelian/pembayaran terhadap pelaku usaha yang dapat memenuhi kebutuhan barang
dimaksud. Seperti toko atau pelaku usaha lainnya di sekitar tempat pelaksanaan
pengadaan.
c.
Berdasarkan pemaketan dan
karakteristik barang/jasa lainnya tersebut, Pejabat Pengadaan mengatur strategi
untuk pihak yang akan melaksanakan proses pembelian/pembayaran langsung kepada
Pelaku Usaha. Dalam hal ini perlu diselaraskan dengan Pihak PPK, terkait apakah
PPK yang melaksanakan sendiri atau menggunakan Tim Pendukung yang membantu PPK
untuk melaksanakan serah terima Barang/Jasa Lainnya, penerimaan bukti
pembelian/pembayaran atau kuitansi dari penyedia, dan/atau yang akan melakukan
pembayaran. Tim pendukung yang dimaksud di sini adalah adalah personil yang
terkait dalam proses administrasi atau keuangan.
Misalkan Pejabat pengadaan yang
memiliki kesempatan cukup untuk melakukan transaksi, maka pejabat pengadaan
yang melakukan sendiri transaksi pembelian tersebut. Namun jika terdapat
situasi lain seperti intensitas kesibukan, lokasi, dan ketersediaan personil
yang membantu, dapat saja proses pengadaan langsung tersebut dilakukan oleh
pihak lain yang membantu pejabat pengadaan dan menjadi tim pendukung PPK,
seperti staf administrasi kantor, pramubakti kantor atau personil lainnya,
dengan penugasan, atau standar operasional prosedur yang berlaku.
d. Setelah diidentifikasikan dengan baik
pemaketan pengadaan, pelaku usaha, pihak yang akan melakukan transaksi, dan
perangkat tim pendukung PPK, Pejabat Pengadaan melakukan pemesanan Barang/Jasa
Lainnya ke Penyedia. Proses ini dapat dibuat dengan tertib melalui dokumen
pemesanan setiap transaksi, atau di awal proses pelaksanaan pengadaan Pejabat
pengadaan melakukan pemesanan secara keseluruhan, dengan dibantu PPK dan/atau
Tim Pendukung PPK.
e. Setelah penyedia menyediakan barang/jasa
lainnya yang dibutuhkan, Penyedia dan PPK melakukan serah terima Barang/Jasa
Lainnya. Tahapan ini PPK dapat dibantu oleh Tim Pendukung PPK untuk secara
administrasi menerima barang/jasa lainnya tersebut. Contoh untuk penerimaan dan
pencatatan penerimaan pengadaan makan dan minum tamu atau fotokopi dokumen,
maka dapat dibantu oleh tim pendukung.
f.
Penyedia menyerahkan bukti
pembelian/pembayaran atau kuitansi kepada PPK. Tahapan ini PPK dapat dibantu
oleh Tim Pendukung PPK untuk secara administrasi menerima bukti
pembelian/pembayaran tersebut. Contoh untuk penerimaan dan pencatatan
penerimaan bukti pembelian/pembayaran pengadaan makan dan minum tamu atau
fotokopi dokumen, maka dapat dibantu oleh tim pendukung.
g. Atas penyerahan barang/jasa lainnya dan
penyerahan bukti pembelian/pembayaran atau kuitansi, maka PPK melakukan
pembayaran (Dalam kondisi lain ketika tidak ada pelimpahan kewenangan kepada
PPK untuk pembayaran, maka hal ini melalui kewenangan PA/KPA). Proses pembayaran
ini PPK dapat dibantu tim pendukung. Tim pendukung yang dimaksud di sini adalah
adalah personil yang menangani proses administrasi atau keuangan.
Dalam melaksanakan proses ini, diperlukan
sinkronisasi dengan tata kelola keuangan yang berlaku, seperti dengan adanya
penerapan transaksi non tunai, skema perpajakan yang diterapkan, dan prosedur
pengelolaan barang habis pakai. Tidak jarang proses ini melibatkan bendahara
untuk kepastian dan tertibnya administrasi keuangan, serta pengurus barang
dalam pengelolaan barang milik negara/daerah.
Catatan dan hal-hal yang perlu
diperkuat dalam proses pengadaan langsung dengan tata laksana ini antara lain :
a. Tidak diangkat atau tidak ditugaskannya
Pejabat Pengadaan untuk nilai pengadaan langsung dalam nilai pengadaan ini.
Banyak proses pengadaan langsung jenis ini yang dilakukan tanpa melalui peran
Pejabat Pengadaan. Seolah-olah paket pengadaan langsung dengan nilai sampai
dengan Rp50.000.000,00 menjadi kewenangan bendahara atau pihak tertentu tanpa
melalui pengelolaan pejabat pengadaan. Padahal cukup jelas bagaimana aturan
mengatur tugas pejabat pengadaan untuk nilai pengadaan tersebut. Alasan
sederhana yang sering dimunculkan adalah akan lebih mudah jika belanja-belanja
kecil langsung dilakukan oleh bendahara dan yang memegang teknis kegiatan.
Padahal peran Pejabat Pengadaan hadir di awal proses pengadaan, akan memberikan
sentuhan strategis teknis pengadaan langsung, sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki oleh Pejabat Pengadaan.
Dalam organisasi swasta, pejabat pengadaan
dapat dikaitkan dengan peran seorang manager logistik yang mengatur tata kelola
pengadaan pada sebuah organisasi secara keseluruhan. Jadi tidak tepat kalau
seorang pejabat pengadaan diterjemahkan sekedar berbelanja ketika barang habis.
Namun sentuhan keilmuan pengadaan dari pejabat pengadaan inilah yang akan
mengantarkan lebih optimalnya value for money dalam proses pengadaan.
b. Adanya potensi rekayasa proses pengadaan yang
dilakukan oleh oknum pengelola keuangan atau bukti transaksi yang dilakukan, tanpa
sepengetahuan dari Pejabat Pengadaan. Walhasil Pejabat Pengadaan dikarenakan
tugas dan tanggungjawab yang dimiliki, menjadi pihak yang turut serta
bertanggungjawab. Untuk itu Pejabat Pengadaan perlu dengan seksama mengetahui
dan memetakan strategi proses pengadaan secara keseuruhan dari awal sesuai
dengan penugasan tertulis yang diberikan. Misalkan ketika ditugaskan sebagai
Pejabat Pengadaan pada sebuat Unit Kerja, maka seluruh proses pengadaan
langsung pada unit kerja tersebut harus dalam pengelolaan Pejabat Pengadaan.
c. Adanya pemahaman yang berbeda
antara Bukti Perjanjian/Kontrak dalam aturan pengadaan dengan Bukti Pembayaran
dalam aturan keuangan, kadang berdampak proses pengadaan langsung yang
sederhana ini masih diliputi rangkaian proses yang panjang dengan dokumen yang
beraneka ragam yang tidak substantif. Bahkan akibatnya terjadi rekayasa dokumen
pertanggujawaban demi pemenuhan syarat adminisrasi keuangan. Untuk itu perlu
disusun sinkronisasi antara aturan keuangan dan pengadaan dalam tata laksana
pengadaan ini.
Ada kalanya Pejabat Pengadaan akan berhadapan dengan situasi dan kondisi dimana dituntut membuat keputusan yang mana ketentuan peraturan perundang-undangan kadang tidak tegas mengatur dan tidak secara spesifik, Untuk keputusan tersebut maka Pejabat Pengadaan perlu mengambil langkah atau keputusan dengan memperhatikan Prinsip dan Etika Pengadaan, serta menganalisis tindakan atau mitigasi risiko guna menghindari terjadinya implikasi hukum dan/atau kerugian keuangan negara.
Referensi :
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Komentar