Pejabat Pembuat Komitmen Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah

Pejabat Pembuat Komitmen Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Oleh : Yeri Adriyanto *)
Abstrak
      Pejabat Pembuat Komitmen  adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa. Kegiatan pengadaan barang dan jasa yang berlandaskan pada kontrak/perjanjian, merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak pemahaman dan atau kemampuan mulai dari tahap perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dan pengendalian, penandatangan kontrak/perjanjian, melaporkan dan menyerahkan hasil pekerjaan. Dengan demikian PPK mewakili instansinya dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain, tanpa Pejabat Pembuat Komitmen berarti instansi tersebut tidak bisa melakukan perjanjian dengan pihak lain. Berhasil dan tidaknya proses suatu pengadaan barang dan jasa pada satu instansi tergantung pada Pejabat Pembuat Komitmen. Ini berarti bahwa tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen berkaitan erat dengan penggunaan anggaran negara, karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas pokok seorang pegawai administrasi lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas Pejabat Pembuat Komitmen akan berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya
Kata kunci : Kontrak, Anggaran, PPK.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
      Dalam Perpres 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa untuk Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisien dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabel serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai oleh APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dalam pelayanan masyarakat.
      Seiring dengan keluarnya regulasi pengadaan barang dan jasa di lingkungan birokrasi maka akan sangat akrab dengan istilah PPK. Istilah lamanya pimpinan proyek atau pimpinan bagian proyek. PPK  merupakan tokoh penting dalam pengadaan barang dan jasa, karena PPK merupakan orang yang bertanggung jawab atas  pelaksanaan pengadaan barang/jasa (Perpres 54 Tahun 2010 pasal 1 ayat 7). Sehingga PPK bertanggung jawab secara administrasi, teknis dan finansial terhadap pengadaan barang dan jasa.
      Di era lama, orang menganggap jabatan PPK merupakan jabatan basah, karena ‘memakmurkan’ orang yang menjabatnya. Sehingga banyak pejabat struktural kadang berlomba-lomba untuk menjadi PPK. Tetapi di era reformasi ini, jabatan PPK menjadi momok bagi birokrat. Alasannya tidak lain karena PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan pelaksanaan kontrak. Akan sangat lazim kita jumpai kasus tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Barang/Jasa, pastilah menyeret PPK dan penyedia barang/jasa. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan Penyedia.
      Dalam kegiatan pengadaan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tersebut tersebut antara lain PA/KPA, PPK, Unit Layanan Pengadaan, Panitia Pengadaan, Pejabatan Pengadaan  dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Pada pembahasan pengadaan saya fokuskan pada pembahasan tugas pokok dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen.
B. Permasalahan
      Tugas pokok PPK berkaitan erat dengan penggunaan anggaran belanja negara/daerah, oleh karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas pokok pegawai administratif lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas PPK dapat berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan pidana. Hal inilah yang ditengarai menjadi salah satu penyebab mengapa banyak pegawai negeri yang berupaya menghindari jabatan sebagai PPK. Cara yang yang paling mudah untuk menghindari dari jabatan tersebut adalah dengan tidak memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa
C. Tujuan
      Untuk mengetahui tugas dan wewenang PPK selama proses pengadaan, karena PPK tidak bekerja pada akhir pengadaan saja, karena PPK bekerja sejak awal mulai dari perencanaan pengadaan sampai selesainya pekerjaan tersebut, karena PPK adalah seorang pejabat yang dituntut untuk mengetahui seluk beluk pengadaan yang akan diadakan. Oleh sebab itu, apabila terjadi kesalahan pada proses pengadaan barang/jasa yang disebabkan karena kesalahan perencanaan, maka PPK juga bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
II. Pembahasan
A. Kajian Teori
      Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 harus berpedoman pada prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yang antara lain :
  1. Efisien, prinsip efisien berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
  2. Efektif, prinsip ini berarti bahwa pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
  3. Transparan, berarti bahwa semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
  4. Terbuka, prinsip terbuka berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.
  5. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui pesaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.
  6. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
  7. Akuntabel, berarti bahwa harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggtung jawabkan.
      Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip efisiensi, efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adik/tidak diskriminasi dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan barang dan jasa, karena hasilnya dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan.
      Pejabat Pembuat Komitmen menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tatacara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN menyebutkan bahwa PPK adalah pejabat yang melaksanakan wewenang PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN (Pasal 1 ayat 12).
      Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Ketentuan tersebut merupakan implementasi pasal sebelas mengenai kewenangan administratif yang dimiliki kementerian negara/lembaga meliputi kewenangan melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara. Pengeluaran anggaran belanja tidak terlepas dari pengadaan barang dan jasa, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya PPK bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
      Lebih lanjut dalam pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan 190/PMK.05/2012 tentang Tatacara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, PPK mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
  1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA
  2. Menerbitkan SPPBJ
  3. Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa.
  4. Melaksanakan kegiatan swakelola.
  5. Memberitahukan kepada kuasa BUN atas perjanjian/kontrak yang dilakukannya
  6. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak
  7. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara
  8. Membuat dan menandatangani SPP
  9. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA dsb
      Selain itu terkait tanggung jawab PPK terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa, dalam Perpres 70 Tahun 2012 pasal 12 ayat 2 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dijelaskan bahwa PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut :
  1. Memiliki integritas
  2. Memiliki disiplin tinggi
  3. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas
  4. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat kolosi, korupsi dan nepotisme
  5. Menandatangani pakta integritas
  6. Tidak menjabat sebagai Pejabat Pembuat Tanda Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara dan
  7. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa
      Kemampuan manajerial yang dimaksud pada point tiga adalah (1) berpendidikan paling kurang sarjana strata satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan, (2) memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa, dan (3) memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaan.
B. Tugas Pokok dan Wewenang PPK (Perpres 70/2012, pasal 11)
PPK mempunyai tugas pokok dan wewenang, antara lain :
  1. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa
  2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
  3. Menandatangani Kontrak
  4. Melaksanakan kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa
  5. Mengendalikan pelaksanaan kontrak
  6. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan barang/Jasa kepada PA/KPA
  7. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan berita Acara Penyerahan
  8. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan dan
  9. Menyimpan dan menjaga keutuhan dokumen pelaksanaan Pengadaan barang/ Jasa
Tugas-tugas lain dari PPK selain tersebut di atas antara lain :
  1. Mengusulkan kepada PA/KPA :
  2. Perubahan paket pekerjaan, dan/atau
  3. Perubahan jadwal kegiatan pengadaan
  4. Menetapkan tim pendukung
  5. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan
  6. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.
      Sedangkan berdasarkan pasal 13 Perpres No. 54 Tahun 2010, PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani kontrak dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkn dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.
C. Tahap Perencanaan Pekerjaan
      Pada tahap awal sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan, sebagai seorang yang ditunjuk sebagai komandan pengadaan barang/jasa, PPK dapat mengundang ULP/pejabat pengadaan dan tim teknis untuk mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan yang telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK bersama tim teknis maupun Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dapat mere-view hal-hal :
  1. Apakah kajian ulang pemaketan pekerjaan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti dalam pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 antara lain unsur effisiensi, effektifitas, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta mendorong persaingan sehat, meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
  2. Apakah kajian ulang biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
  3. Apakah kajian ulang paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan dan tidak menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.
  4. Apakah kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.
  5. Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara :
– Apabila PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
– Apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.
      Berdasar kesepakatan PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan  umum, rencana penganggaran biaya dan Kerangka Acuan Kerja. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan sebagai bahan  untuk menyusun  Dokumen  Pengadaan (Perpres 54 tahun 2010, hal 177).
D. Spesifikasi Teknis Barang/ Jasa
      Dalam Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat  1.a.1. menyebutkan bahwa salah satu tugas PPK adalah menetapkan spesifikasi teknis barang/jasa. Penyusunan spesifikasi teknis merupakan hak PPK dan tugas ini adalah sangat riskan dan krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa dan tidak boleh mengarah pada merek/brand tertentu. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
      Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa bila dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
      Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pikiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK. PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya. Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK (Khalid Mustafa).
E. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
      Tugas lainnya dari PPK adalah menyusun HPS. PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dan riwayat HPS harus didokumentasi oleh PPK secara baik.
      Harga Perkiraan Sendiri digunakan sebagai :
  1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya
  2. Dasar untuk menetapkan dasar tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan
  3. Dasar untuk negosiasi harga dalam penunjukan langsung dan pengadaan langsung
  4. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan penawaran dan
  5. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan bagi penawar yang nilainya lebih rendah dari 80 % (delapan puluh persen) nilai total HPS.
      Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres 70 tahun 2012 menyebutkan bahwa penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan meliputi :
  1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang dan jasa.
  2. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
  3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
  4. Daftar biasa/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal
  5. Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia
  7. Hasil perbandingan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain
  8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate)
  9. Norma index, dan/atau
  10. Informasi lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
      Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.
      Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
F. Rancangan Kontrak
      Tugas lain dari PPK adalah membuat rancangan kontrak sesuai dengan Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.3. Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia barang/jasa dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia,  dan seyogyanya kontrak dibuat dalam Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa penentu terhadap semua hal sehubungan dengan makna atau interpretasi kontrak.
      Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak. Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum kontrak dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
F. MENERBITKAN SPPJB
      Unit Layanan Pengadaan/Panitia Lelang menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan kepada PPK sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa. PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa dengan ketentuan tidak ada sanggahan dari peserta, maupun sanggahan banding.
      Walaupun ketentuan penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/ Jasa telah dipersiapkan secara matang oleh ULP/panitia pengadaan, sebaiknya PPK meneliti ulang Berita Acara Hasil Pelelangan yang diserahkan oleh Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan mere-view Berita Acara Hasil Pemeriksaan diantaranya :
  1. Cek proses pelaksanaan pemilihan. Jika PPK melihat adanya kesalahan prosedur pemilihan yang dihasilkan oleh Unit Layanan Pengadaan /Panitia Pengadaan dengan data dan bukti, PPK berhak mengembalikannya kepada Unit Layanan Pengadaan.
  2. Cek Harga Penawaran dengan Total HPS. Nilai penawaran di bawah 80% dari HPS, atau di atas 80 % dari HPS.
  3. Cek Kemampuan Personil. Jika PPK memandang personil tidak kompeten, PPK berhak meminta pengganti personil dengan tenaga yang dipersyaratkan.
      Jika proses pemilihan yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan /Panitia Pengadaan sudah dianggap memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan terutama yang berkaitan dengan spesifikasi teknis, HPS dan kontrak, selanjutnya PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang. Penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh PPK berisikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pembuatan kontrak antara lain :
  1. Besarnya Jaminan Pelaksanaan yang harus dibuat oleh penyedia jasa;
– Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;
– Nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.
  1. Jaminan Pelaksanaan sudah harus diberikan oleh Penyedia Jasa kepada PPK paling lambat 14 hari sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.
  2. Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi atau pekerjaan selesai untuk pengadaan barang/jasa lainnya.
H. Menandatangani Kontrak
      Setelah SPPBJ diterbitkan, PPK melakukan finalisasi terhadap rancangan kontrak, dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan, apabila dananya cukup tersedia dalam dokumen anggaran, dengan ketentuan :
  1. Penandatangan kontrak dilakukan paling lambat 14 hari (empat belas) hari kerja setelah diterbitkan SPPBJ, dan setelah penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan dengan ketentuan :
– Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi 80 % (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100 % (seratus persen) nilai total HPS adalah sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai kontrak.
– Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi atau di bawah 80 % (delapan puluh perseratus) nilai HPS adalah sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai total HPS, dan
– Masa berlaku jaminan pelaksanaan sejak tanggal penandatangan kontrak sampai serah terima barang berdasarkan kontrak.
  1. Sebelum menandatangani kontrak PPK dan Penyedia Barang/Jasa berkewajiban untuk memeriksa konsep kontrak yang meliputi substansi, bahasa/redaksional, angka, huruf serta membubuhkan paraf pada lembar demi lembar dokumen kontrak.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek) menyebutkan: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu pokok persoalan tertentu;
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
      PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah. Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.
I. MELAKSANAKAN KONTRAK
      Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, Pejabat Pembuat Komitmen hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya. Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya menyerahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas. Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan. Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran. Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Bahkan sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
      Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan. Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak. Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi ‘gelagapan’ dan kebingungan. PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan (rahmanmokoginta).
J. Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Pengadaan Barang/ Jasa
      Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan asal bapak senang. PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan. Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.
      Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
K. Peyerahan Hasil Pekerjaan

      Salah satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif. Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check, recheck and crosschek

      Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia. Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.
      Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan. Dari keterangan tersebut di atas jelas, bahwa  beberapa tugas pokok dan fungsi PPK, bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.
III. Penutup
A. Kesimpulan
      Menjadi catatan penting bagi setiap penyelenggara negara baik di pusat dan di daerah, bahwa kegiatan Pengadaan Barang Jasa, yang berlandaskan pada kontrak/perjanjian, merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak pemahaman dan atau kemampuan.  Pengadaan Barang Jasa dimulai dari perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan kontrak, serta serah terima barang/jasa/pekerjaan. Seorang PPK merupakan komandan yang mengatur irama proses  Pengadaan Barang dan Jasa, sehingga kalaulah diserahkan kepada orang yang belum memahami di setiap aspek dan tahapannya, maka dikhawatirkan output kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa tidak akan tercapai.
      Hanya orang yang memenuhi syarat sebagai PPK sebagaimana amanat Peraturan Presiden yang akan mampu mengawal Pengadaan Barang Jasa sehingga bebas terjerat dari berbagai masalah, terutama masalah hukum Sehingga PPK tidak harus dijabat oleh orang yang mempunyai eselon, dan sebaliknya orang yang punya eselon jangan memantaskan diri menjadi PPK, kecuali telah memenuhi syarat menjadi PPK.
B. Rekomendasi
      Supaya tidak dipertanyakan berbagai pihak tentang keabsahan kontrak yang ditandatangani oleh PPK direkomenasikan kepada pimpinan instansi/lembaga bila mengangkat PPK sebaiknya yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa sesuai dengan pasal 12 ayat 2 huruf g Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Dengan begitu segala bentuk keputusan yang telah dikeluarkan oleh Pejabat Pembat Komitmen menjadi syah demi hukum.
      Satu-satunya orang yang bisa dijadikan tersangka kasus korupsi dalam  pengadaan barang dan jasa adalah Pejabat Pembuat Komimen, maka dari itu waspadalah, waspadalah!
Daftar Pustaka
boekang.blogspot.com/2012/01, diunduh tanggal  6 April 2013
Khalid Mustafa, PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak, Majalah Kredibel Edisi 02 | Januari-April 2012, diterbitkan oleh LKPP. Diterbitkan oleh Lembaga Kebijakan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek ), Penerbit : Pustaka Press, 2010.
pengadaan.org/2012/02/22, diunduh 6 April 2013
Peraturan Direktur Jendral Anggaran Nomor Per-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.05/2010 tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran APBN Pada Satuan Kerja.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tatacara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Edisi Tahun 2012, Penerbit Citra Umbara Bandung.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Penerbit Fokus Media, 2012.
rahfanmokoginta.wordpress.com/2012/02/19, diunduh 6 April 2013
————————————————————————–
*). Penulis adalah Widyaiswara Muda BDK Semarang

Populer

Cara menghilangkan windows loader activationdan Menonaktifkan automatic update pada windows

Evaluasi Kewajaran Harga PermenPUPR No. 14/PRT/M/2020

Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri